Takut…..

Perasaan itu membuat diri seperti sedang berada di tepi. Ia mempengaruhi seluruh aktivitas, menerobos dan menyerapkan dirinya ke seluruh jiwa. Ia menghadapkan pada gambar- gambar kematian dan kejatuhan diri. Ia membuat tidak berdaya. Tubuh seperti daun- daun berguguran yang menggantungkan diri sepenuhnya pada angin. Apa yang dapat dibuat pada saat takut? Takut itu membunuh seluruh gerak aktualisasi imajinasi. Ia memasung kreatifitas sampai ke titik nol. Tidak ada yang dapat dibuat pada saat takut. Takut melenyapkan seluruh otonomi diri. Takut menghilangkan kebebasan. Ketika manusia takut, ia kehilangan cita- cita. Dan pada saat itu, matilah dikau wahai manusia!!! Namun, dapatkah takut dicari sebab terdalamnya? mengapa ada ketakutan? Apakah manusia pantas takut? Adakah alasan bagi kehadiran takut pada manusia? Takut terjadi karena manusia adalah kalimat yang belum selesai, yang terus bergerak tersusun bersama sejarah dirinya. Ia pantas takut karena ia sanggup menatap ke depan meskipun Ia tak akan sanggup menyusun sebuah kalimat lengkap tentang dirinya. Takut membutakan dan melenyapkan dari mata segala posibilitas aktualisasi yang jumlahnya tak terhingga itu. Maka apa yang dibuat pada saat takut? Yang dapat dibuat adalah mencerahkan pikiran dan membangkitkan kesadaran bahwa hari ini adalah aktus sekaligus potensia. Hari ini adalah kenyataan sempurna diri kita sekaligus wilayah penuh es yang setiap hari akan terus mencair. Diri kita adalah potensia tak terhingga. Maka, jangan takut untuk takut ! Sanggupkan diri meletakan takut di hadapan diri untuk menatapnya dengan berani. Tataplah ia dengan senyum dan katakan bahwa ia adalah bagian dari kalimat yang belum selesai yang bergerak bersama sejarah diri. Jadikan ia gairah untuk menatap seluruh kemungkinan aktualisasi. Kita adalah kalimat yang belum selesai yang dapat menulis sendiri sejarah diri kita. Kalau ada yang lain yang sanggup menulis sejarah kita. Itu adalah Tuhan, karena Ia sanggup membaca seluruh tulisan kita bahkan sebelum kita membuatnya menjadi sebuah kalimat utuh. Malang, 3 Februari 2007  Fr. Ordy Selman, smm

Komentar

Postingan Populer