CINTA

Saya pernah punya pacar. Ia seorang wanita cantik, supel, lucu dan sering membuat gemes. Apabila Ia hadir, Ia menutup seluruh kemungkinan bagi kehadiran yang lain. Dia menjadi segalanya, dan mengisi seluruh waktu. Ia ibarat menjadi personalisasi seluruh kerinduan dan cinta ideal saya.
Jangan terlalu percaya kepada wanita. Begitu kata banyak orang. Tetapi tidak bagi seorang yang sedang dalam gelora cinta. Saya begitu yakin akan kesetiaan wanita ini. Padahal kami sering berada jauh satu sama lain. Ia sanggup membuat saya merasa bahwa sayalah pria idamannya dalam segala ruang waktunya.
Beberapa tahun berselang, ketika telah lama sekali saya tidak berhubungan lagi dengannya dan ketika waktu tidak lagi memungkinkan saya untuk menjalin sebuah relasi khusus, saya tiba- tiba menemukan alamatnya. Dan mulailah kembali sebuah hubungan yang sulit terdefinisikan. Saya mulai menelpon. Dan saya dapat dengan mudah mengatakan sayang, cinta, segala macam gombal tanpa saya pikirkan akibatnya. Peduli amat!!!! Padahal pada saat itu diri saya didefinisikan dengan ketidakmungkinan untuk mengatakan hal itu seenaknya. Saya tiba- tiba menjadi seorang bodoh yang memperlakukan diri saya seperti dulu, saya memposisikan diri saya di luar konteks. Saya seperti sedang memecahkan diri saya berkeping- keping oleh tindakan saya sendiri. Itulah yang sempat saya pikirkan tentang diri saya.
Dan itulah hidup. Ia penuh paradoks. Ia adalah ruang yang begitu luas untuk melakukan apapun tanpa peduli. Ia adalah kebebasan. Termasuk kebebasan untuk mengekpresikan diri di luar yang seharusnya. Di dalam kehidupan ada ruang yang begitu luas bagi perlawanan terhadap sebuah komitmen. Namun, kita pun akan didefinisikan oleh keputusan yang kita buat. Pilihan kita mendefinisikan diri kita.
Dan yang paling bagus dalam hidup adalah, jadikanlah ia ruang yang luas untuk mencintai, karena hanya dengan itu kita akan bahagia. Dan mencintalah dengan terus berusaha untuk menemukan makna cinta yang lebih dalam dan penghayatan yang lebih agung. Saya tetap mencintai wanita ini dengan seluruh kenyataan dan peluang sejarah masa depannya. Alasan satu- satunya adalah karena saya ingin mencinta, dan bukan lagi karena ia dulu mantan pacar saya. Ini adalah satu- satunya cara untuk membuat cinta itu tulus, setulus cinta yang pernah diberikan oleh sang sumber segala cinta, Dia yang rela memposisikan diri di luar konteks diriNya (Ke-Allahan,red) lalu mati bagi yang lain.

Komentar

Postingan Populer